Sejarah awal mula terselenggaranya Festival Muria Raya (FMR) tidak lepas dari keberadaan Festival Lima Gunung (FLG), helatan akbar tahunan Komunitas Lima Gunung (KLG) di Magelang (Menoreh, Andong, Sumbing, Merapi dan Merbabu. Selain itu, kondisi pandemi covid-19 pada 2020 lalu juga menjadi latarbelakang tercetusnya Festival Muria Raya.
Ketua yang juga inisiator Festival Muria Raya Brian Trinanda K. Adi meceritakan awal mula gagasan menggelar Festival Muria Raya pada 2020 lalu. Menurutnya, dalam situasi pandemi yang cukup mencekam, tahun 2020 justru menjadi tahun penuh berkah.
“Patuh pada mandat sang presiden KLG, budayawan Sutanto Mendut, FLG khusus selama masa pandemi diselenggarakan secara nomaden berpindah-pindah, “diam-diam”, tanpa mengundang penonton, di berbagai tempat,” katanya.
“Lereng Muria, tepatnya Kabupaten Pati menjadi satu tempat terpilih penyelenggaraan FLG ke-XIX 2020 yang nomaden tersebut. Riang gembiralah kami menyambut momentum yang sangat berharga tersebut. Terpilihlah pada waktu itu Desa Tanjungrejo, yang didapuk sebagai panitia penyelenggara acara,” tambah Brian menjelaskan.
Pemilihan Desa Tanjungrejo, Kabupaten Pati atas dasar sejumlah hal. Antara lain, relasi kekerabatan inisiator FMR dengan warga Tanjungrejo. Kemudian, kesinambungan latar kultural, yaitu antara kesenian rakyat Soreng yang populer di Magelang dengan punden Mbah Soreng di Tanjungrejo.
“Ketiga, alasannya karena kesiapan dan kesanggupan warga Tanjungrejo dalam menyambut helatan tersebut. Selain menjadi helatan FLG, kita (para inisiator, Red) sepakat untuk menjadikan agenda tersebut sebagai agenda rutin kita sendiri di Pati, dengan nama acara kami sendiri, yakni Festival Muria Raya,” bebernya.
Dari sanalah, helatan FLG XIX putaran keempat atau Festival Muria Raya #1 tersebut terselenggara secara diam-diam dan “wingit” untuk menghindari keramaian. Kegitan tersebut juga berlangsung sesuai dengan protokol Covid.
“Sungguh disayangkan bukan? Acara se-spektakuler itu tidak dapat disaksikan secara umum, melainkan begitu eksklusif.
Maka muncullah momen ini, di saat kita sudah dirasa siap menghadapi fase baru paska pandemi. Kita sepakati untuk menjalankan FMR kedua, tak lain untuk menyajikan helatan ini pada masyarakat yang lebih luas,” ungkapnya.
Ki Ageng Qithmir Kolaborasi dengan Seniman Jepang Yuta Kuroki
Pada gelaran FMR #2 bakal berlangsung di Desa Jepalo, Kecamatan Gunungwungkal, Kabupaten Pati, Jateng. Kegiatan yang terselenggara tepat di kaki Gunung Muria tersebut akan dimulai pada Kamis-Sabtu (26-28/5/2022).
Semakin spesial karena penyelenggaraan FMR #2, Ki Ageng Qithmir (KAQ), ujung tombak inisiator FMR akan kedapatan tamu dari Jepang, Yuta Kuroki, untuk berkolaborasi. Kedatangan Yuta adalah untuk menindaklanjuti agenda kerjasama antara KAQ dan Yuta yang sudah terselenggara secara virtual pada awal bulan 2022 ini.
Sumber : https://infojateng.id/read/21726/sejarah-penyelenggaraan-festival-muria-raya-berawal-dari-festival-lima-gunung-hingga-karena-pandemi/